Minggu, 29 September 2013

Full Moon Syndrome

“Jika pada saat bulan purnama anda susah tidur, merasa sakit kepala, jantung berdebar tanpa alasan yang jelas, itu bukan karena anda adalah keturunan manusia serigala. Hal ini dikarenakan anda terkena Full Moon Syndrome (efek bulan purnama).”

Banyak orang merasa susah tidur, atau terbangun pada malam hari ketika bulan purnama. Jika Anda tidur di padang rumput atau di luar rumah, kehadiran cahaya bulan adalah penjelasan tak terhindarkan. Namun ketika anda berada di rumah dengan suhu dan cahaya yang bisa diatur, fenomena ini tetap terjadi. Bahkan bagi sebagian orang, bulan purnama sering kali membuat mereka merasa sakit kepala atau migrain yang tak tertahankan, jantung berdegup kencang dan merasa lesu ketika bangun pagi. Dalam blognya Lisa Sabin-Wilson mengungkapkan,

“I have the full-on migraine to prove it. A headache that no amount of coffee can cure. Now ya know that’s just serious. The past 3 and a half days have been real doozies. I’d tell ya all about it – except you wouldn’t believe me. Seriously”
Terkadang Full Moon Syndrome ini tidak hanya menimbulkan gejala fisik, namun juga perubahan perilaku. Bagi sebagian orang pada saat sekitar bulan purnama merasakan perubahan perilaku seperti mudah marah, kurang toleran terhadap orang lain atau tidak sabaran. Seperti yang diungkapkan dalam allnurses.com 

“I know personally that I feel that I am less tolerant during that period of the month, I feel anger more quickly and I put things out of perspective.”

Atau seperti yang ditulis oleh Nigel,

“I suffer from full moon madness. I cannot control my mood swings. my heart races faster and I am totally irrationally. glad I am not alone but it drives me crazy!!”

Susah untuk percaya bahwa bulan adalah penyebab dari semua fenomena tersebut, namun menurut laporan pada Journal Current Biology tahun 2012 hal itu adalah benar. 

Penelitian mengenai hal ini, dimulai pada tahun 2000. Peneliti dari University of Basel, the Swiss Federal Institute of Technology dan the Switzerland Centre for Sleep Medicine merekrut 33 relawan dan
mempelajarinya di laboratorium tidur selama tiga tahun. Para peneliti mengumpulkan berbagai aktivitas gelombang data otak selama tidur yang diukur dengan electroencephalograms (EEG), tingkat melatonin, hormon tidur – terkait, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk tertidur dan jumlah waktu yang mereka habiskan untuk tidur, dan laporan subyektif mereka tentang keadaan relawan setelah bangun keesokan harinya. Semua itu dimaksudkan untuk mempelajari lebih lanjut tentang pola tidur manusia secara umum dan juga bagaimana usia dan jenis kelamin mempengaruhi hal tersebut. Satu dekade kemudian para peneliti itu menyadari bahwa mereka dapat kembali mengolah data tersebut untuk belajar tentang pengaruh bulan.

Data tersebut menunjukkan pola yang menarik. Rata-rata, subjek dalam penelitian membutuhkan waktu lima menit lebih lama untuk tertidur pada tiga atau empat malam sekitar bulan purnama dan mereka tidur selama 20 menit lebih sedikit. Selain itu, aktivitas EEG terkait dengan tidur nyenyak turun 30 % , tingkat melatonin yang rendah dan subyek melaporkan merasa kurang segar keesokan harinya dari pada hari-hari lain. Subyek yang tidur di laboratorium yang benar-benar gelap tanpa melihat bulan, dan tidak satupun dari mereka mengerti tentang adanya efek bulan ini. Dan karena bulan tidak variabel eksperimental dalam studi awal, ia tidak pernah disebutkan baik dengan subyek atau bahkan di antara para peneliti.

Sehingga muncul teori “Lunar Effect (Efek Bulan) adalah teori yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pada tahap tertentu antara bumi, bulan dan perilaku menyimpang dalam diri manusia yang tidak dapat dijelaskan menurut variasi tingkat cahaya. Tidak ada alasan yang tepat untuk menjadikan hal ini sebuah kasus, dan terlepas dari berbagai penelitian, hal ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku manusia.” (wikapedia, 2012)

*dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar