DR Warsito P. Taruno adalah peneliti asal Indonesia yang
namanya terkenal setelah menciptakan alat pembasmi kanker payudara dan otak.
Beliau adalah peneliti yang berkarir di Shizouka University Jepang. Kantornya
bernama CTECH LABS (Center for Tomography Research Laboratory) Edward Technology
yang bergerak di bidang teknologi penemuan di Tangerang.
Awalnya, karir Dr Warsito P. Taruno sebagai peneliti
dibangun di Jepang. Di Negeri Matahari Terbit itu, reputasinya sebagai peneliti
cukup diperhitungkan. Dari tangan dinginnya, tercipta sebuah alat pembasmi
kanker otak dan kanker payudara.
Tak sedikit peneliti Indonesia yang lebih suka berkarir dan
bekerja di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Sebab, di luar negeri lebih
menjanjikan. Tapi, itu tak berlaku bagi Warsito P. Taruno.
Semula, Warsito merupakan salah seorang peneliti Indonesia
yang berkarir di Shizuoka University, Jepang. Di kampus tersebut, pria 54 tahun
(note: mestinya 45 tahun) itu juga menjadi salah seorang dosen. Selama
berada di Jepang, hidup Warsito lebih dari cukup. Apalagi, pemerintah di sana
sangat memperhatikan dan menghargai para peneliti.
Tapi, itu semua tak menghalangi tekad Warsito untuk pulang
kampung. Dia lantas merintis pendirian CTECH Labs (Center for Tomography
Research Laboratory) Edwar Technology yang bergerak di bidang teknologi
penemuan.
Lama-kelamaan, lembaga tersebut berkembang pesat, meski
berkantor di ruko di kawasan perumahan Modernland, Tangerang. Sejumlah sistem
dan alat berhasil diciptakan Warsito dan kini menjadi incaran dunia
internasional.”Saya ingin pulang ke Indonesia dan melakukan riset sendiri,”
jelas Warsito ketika ditemui di kantornya, CTECH Labs Edwar Technology.
Kini Warsito dan timnya tengah mengembangkan alat pembasmi
kanker otak dan kanker payudara. Alat tersebut berupa teknologi pemindai atau
tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis (electrical
capacitance volume tomography/ECVT).
Dengan alat tersebut, Warsito yang asli Karanganyar itu
menciptakan empat perangkat pembasmi kanker payudara dan kanker otak. Perangkat
itu terdiri atas brain activity scanner, breast activity scanner, brain cancer
electro capacitive therapy, dan breast cancer electro capacitive therapy.
Brain activity scanner dibuat Warsito sejak Juni 2010. Alat tersebut
berfungsi mempelajari aktivitas otak manusia secara tiga dimensi. Bentuk alat
tersebut mirip helm dengan puluhan lubang connector yang dihubungkan dengan
sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung dengan sebuah komputer.
Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker di otak.
“Dengan alat itu, juga bisa dilihat seberapa parah kanker otak yang diderita
pasien,” jelas Warsito.
Sementara itu, breast activity scanner diciptakan pada
September lalu. Sedikit banyak, dua alat itu memiliki kesamaan, yakni
mendeteksi adanya sel kanker di tubuh.
Selain dua alat tersebut, Warsito melengkapinya dengan
membuat brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer electro
capacitive therapy. Dua alat itu berbasis gelombang listrik statis dengan
tenaga baterai. Dua alat tersebut terbukti dapat membunuh sel kanker hingga
tuntas hanya dalam waktu dua bulan.
Warsito telah membuktikan keampuhan alat ciptaannya kepada
kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV. Terdorong oleh
kondisi kakaknya, Suwarni, alumnus Jurusan Teknik Kimia Shizuoka University,
Jepang, tersebut menciptakan breast cancer electro capacitive therapy yang
berbasis listrik statis.
Bentuk alat tersebut dibuat mirip dengan penutup dada yang
mengandung aliran listrik statis di bagian dalam. Penutup dada berwarna hitam
itu terhubung dengan sebuah baterai yang bisa di-charge. “Sengaja dibuat mirip
dengan penutup dada biar mudah digunakan,” papar Warsito.
Warsito pun mengenakan alat temuannya itu kepada kakaknya
selama sebulan. Penutup dada tersebut harus dipakai selama 24 jam. Pada minggu
pertama, terlihat efek samping dari alat itu. Namun, efek tersebut tidak sampai
menyiksa seperti proses kemoterapi. Hanya, keringat penderita yang menggunakan
alat tersebut berlendir dan sangat bau. Urine dan fesesnya (kotoran) pun berbau
lebih busuk. Menurut Warsito, hal tersebut menandakan bahwa sel kankernya
tengah dikeluarkan.
“Bau busuk itu berasal dari sel kanker yang sudah mati dan
dikeluarkan lewat urine, keringat, dan feses. Tapi, si penderita tidak
merasakan sakit, hanya gerah,” paparnya.
Temuan Warsito itu ternyata berhasil. Dalam waktu sebulan
setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa kakaknya negatif
kanker. Sebulan kemudian, sang kakak dinyatakan bersih dari sel kanker yang
hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain cancer electro capacitive therapy, suami Rita
Chaerunnisa tersebut mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda berusia 21
tahun yang menderita penyakit kanker otak stadium lanjut. Bahan dasar yang
digunakan mirip dengan breast cancer electro capacitive therapy. Namun,
bentuknya disesuaikan dengan bentuk kepala sehingga menyerupai pelindung
kepala.
Serupa dengan metode yang diterapkan kepada sang kakak,
Warsito mengenakan alat tersebut kepada pemuda itu selama sebulan pada
September lalu. Karena alat itu dipakai di kepala, pasien akan merasakan gerah
pada bagian kepala.
Pada tiga hari awal pemakaian alat tersebut, tingkat emosi
pasien akan meningkat. Setelah itu, muncul gejala-gejala keringat berlendir
hingga feses yang baunya lebih nggak enak.
Warsito menceritakan, awalnya pemuda tersebut mengalami
lumpuh total. Dia tidak bisa bangun dari tempat tidur, bahkan tidak mampu
menelan makanan. Sel kanker telah menyebar di area pangkal otak penderita itu.
Namun, setelah seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda itu sudah bisa bangun
dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki.
Setelah dua bulan pemakaian, pemuda tersebut sudah
dinyatakan sembuh total. “Dua bulan sudah bersih. Sel kankernya sudah hilang,”
papar dia.
Setelah keberhasilan dua pasien itu, Warsito menerima banyak
pesanan. Bahkan, jumlahnya mencapai ratusan. Saat pesanan membeludak, para staf
Warsito terpaksa bekerja ekstrakeras hingga larut malam. Sebab, setiap pasien
tidak bisa menggunakan alat yang sama. “Alat terapi itu harus dibuat sesuai
dengan kondisi pasien sehingga tidak sama antara satu dan yang lain,” jelasnya.
Karena masih tergolong riset, harga alat terapi itu
tergolong sangat terjangkau, hanya sekitar Rp 1 juta. Saat ini alat pembasmi
kanker tersebut telah didaftarkan di Kementerian Kesehatan untuk mendapat izin
edar. “Kalau sudah ada izin, bisa segera digunakan oleh masyarakat luas. Harga
bisa berubah, tapi pastinya masih terjangkau,” ucap dia.
Keberhasilan Warsito tersebut ternyata juga menjadi
perhatian dunia internasional. Salah satu di antaranya, The University of King
Abdulaziz, Saudi Arabia. Universitas yang berlokasi di kota Jeddah itu sudah
memesan breast activity scanner dan brain activity scanner. “Dan satu lagi alat
scanner untuk perminyakan yang menggunakan sistem ECVT 128 channel,” jelasnya.
Sebuah rumah sakit besar di India pun sudah memesan sejumlah
alat terapi kanker payudara ciptaan Warsito. “Ya, baru beberapa hari lalu kami
melakukan clinical test di India,” imbuh dia.
Sebelum menemukan alat pembasmi kanker payudara dan otak,
Warsito sudah dikenal dunia internasional lewat temuannya, yakni sistem ECVT.
Sistem ECVT tersebut merupakan tugas akhir Warsito ketika menjadi mahasiswa S-1
di Shizuoka University, Jepang, pada 1991. Berdasar sistem tersebut, Badan
Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun tertarik memakai teknologi pemindai temuan
Warsito tersebut.
NASA menggunakannya pada pesawat ulang alik. Teknologi
tersebut memungkinkan untuk melihat tembus timbunan material di dinding luar
pesawat ulang alik. “Kalau ada timbunan air di bagian luar pesawat, dindingnya
bisa terbakar,” jelasnya.
Tidak hanya itu. Saat mengajar di Ohio State University pada
2001, dia berhasil mengembangkan tomografi kapasitansi listrik berbasis medan
listrik statis. Paper yang menjelaskannya dimuat di jurnal Measurement Science
and Technology. Artikel tersebut menjadi paper yang paling banyak diakses di
penerbitan online oleh Institute of Physics (London).
Teknologi tersebut dipatenkan di Amerika pada 2003. Saat masih
aktif mengajar dan berkutat dengan sejumlah riset di Ohio State University,
Amerika Serikat, Warsito malah memilih pulang ke Indonesia pada 2003.
Pilihannya untuk kembali ke tanah air tidak direstui pihak institusi tempatnya
mengajar waktu itu. Masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi Warsito.
Alhasil, dia pun terpaksa bolak-balik Amerika-Indonesia
selama kurun waktu 2003-2006. Pada 2005, Warsito mulai mengajar di Jurusan
Fisika Medis Universitas Indonesia.
Namun, pada 2006, pihak Ohio State University yang selama
ini mendanai riset Warsito menghentikan aliran dananya. Warsito yang kala itu
sudah membangun perusahaan di Indonesia terancam bangkrut. Selama dua tahun dia
berupaya menutupi semua biaya risetnya dengan berbagai cara. “Habis-habisan
pokoknya,” jelasnya.
Namun, di balik kesulitan finansial yang membelit, Warsito
berhasil melakukan sebuah pencapaian. Pada akhir 2007, dia berhasil menciptakan
sistem tomografi empat dimensi pertama di dunia. Institusi tempat dirinya
bekerja dulu, Ohio State University, langsung tertarik membeli sistem tersebut.
“Tapi, saya maunya mereka membayar 100 persen di muka.
Awalnya mereka pikir-pikir. Tapi, setelah saingan mereka Washington State
University juga tertarik membeli, mereka langsung oke,” jelasnya.
Dari situ kondisi keuangan Warsito membaik. Tanpa bantuan
pemerintah, dia mulai bisa menciptakan temuan-temuan yang lain. Di antaranya,
temuan yang dinamakan Sona CT Scanner. Alat tersebut adalah scanner berbasis
ultrasonik untuk tabung gas bertekanan tinggi. Alat tersebut merupakan pesanan
PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta.
Berkat sejumlah temuannya, Warsito pernah diganjar beberapa
penghargaan. Di antaranya, penghargaan rintisan teknologi industri, Kemenperin;
penghargaan inovator teknologi, Kemenristek; hingga penghargaan Achmad Bakrie
pada 2009 untuk teknologi.
Ke depan Warsito mengatakan bahwa dirinya ingin memperdalam
temuannya. Yakni, alat pendeteksi kanker otak dan payudara. Dia juga akan
menciptakan alat terapi untuk segala jenis kanker dengan menggunakan metode
gelombang listrik statis. “Fokusnya ke depan ya di tiga itu dulu,” imbuhnya
Alamat Klinik Riset Kanker EDWARD TECHNOLOGY
Jl. Jalur Sutera Kav. Spectra 23C No 10 – 12, Alam Sutera
Tangerang 15235
Telp. 021-29314861 (hunting) Fax. 021-29314880
Website http://drwarsito.wordpress.com
*dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar