REPUBLIKA.CO.ID, AMUNTAI -- Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan
Kalimantan Selatan Noor Ali Purnama mengusulkan agar pemerintah membuat
peraturan tentang pemberian sanksi kepada para suami yang mengabaikan
istrinya yang hamil.
Menurut Purnama di Amuntai, Jumat, salah satu
penyebab masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di Kalimantan
Selatan, antara lain karena kurangnya perhatian suami untuk ikut menjaga
kandungan istrinya selama masa kehamilan.
"Untuk itu perlu upaya
yang sungguh-sungguh dalam meningkatkan peran suami atau kaum pria
terhadap Ibu hamil," ujar Noor Ali Purnama.
Menurut dia, bagi
kabupaten di Kalsel yang kini sedang merancang Peraturan Daerah tentang
Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita atau Perda KIBBLA diharapkan juga memuat
pasal-pasal yang mengatur peran Suami dalam menjaga kehamilan istri
mereka, dan kewajiban lainnya dalam pengasuhan bayi.
"Kalau perlu cantumkan pula sanksi-sanksi bagi para suami yang lalai atau mengabaikan istri mereka," cetus Noor Ali Purnama.
Purnama
juga menyayangkan kegiatan penyuluhan kesehatan Ibu Hamil, yang
dilakukan petugas kesehatan selama ini, hanya menyertakan kaum ibu,
sedangkan para suami tidak diikutsertakan.
Padahal, sambungnya
sebagai kepala rumah tangga, yang mencari nafkah dan mengambil keputusan
dalam urusan rumah tangga, peran para suami sangat menentukan dalam
proses kehamilan dan persalinan ibu hamil, serta pola pengasuhan anak
nantinya.
"Meski sudah sering dilakukan penyuluhan tentang
pentingnya kesehatan ibu dan bayi, bila tidak mendapatkan dukungan para
suami, maka upaya kita menjadi sia-sia," tutur Noor Ali Purnama.
Selain
itu, tambah Purnama, masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi di
beberapa daerah di Kalimantan Selatan, antara lain karena belum adanya
peraturan tentang pelayanan melahirkan di rumah sakit bagi warga miskin.
Diharapkan
kabupaten dan kota yang sedang merancang Peraturan Daerah tentang
Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita atau Perda KIBBLA juga memuat pengaturan
penanganan persalinan Ibu hamil, juga mengatur pelayanan hingga rumah
sakit.
"Persalinan sebaiknya tidak hanya di fasilitas untuk di
polindes dan puskesmas namun juga mengatur pelayanan hingga ke rumah
sakit," katanya.
Berdasarkan pengalaman penerapan Perda KIBBLA
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), belum mampu menekan
tingginya angka kematian ibu dan bayi di daerah tersebut.
"Ketika
saya tahu bahwa kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi khususnya saat
penanganan di rumah sakit, saya langsung menduga bahwa Perda KIBBLA yang
diterapkan di Kabupaten HSS belum mengatur masalah rujukan ke rumah
sakit," katanya.
Menurut dia, yang menjadi kebiasaan di kalangan
petugas kesehatan dan masyarakat, jika pasien Ibu hamil sudah dirujuk ke
Puskesmas dianggap sudah selesai.
Padahal, seharusnya peraturan juga mengatur rujukan ke rumah sakit bila pasien tidak bisa ditangani di puskesmas.
Selain
Perda KIBBLA harus pula mencantumkan dengan jelas tentang kewajiban
pihak Rumah Sakit (RS) saat pasien perlu penanganan, khususnya pasien
ibu dan anak, apalagi jika membutuhkan penanganan serius atau darurat.
Ia
mengatakan, jika Perda KIBBLA tidak mengatur penanganan yang menyeluruh
di semua fasilitas pelayanan kesehatan, dikhawatirkan akan terjadi
saling lempar tanggung jawab penanganan pasien.
"Selama ini
kebanyakan penanganan pasien Ibu hamil dan balita lebih diarahkan hanya
ke tingkat polindes atau puskesmas, sehingga bagi penanganan ibu hamil
yang semesti dirujuk ke RS tidak dilakukan, sehingga berpotensi
menimbulkan kematian Ibu dan Bayi," katanya.
Seiring kebijakan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten HSU yang mencoba
mengikuti jejak Pemkab HSS dalam memberlakukan Perda KIBBLA ini, Purnama
berharap agar penyusunan pasal-pasal di dalam Raperda bisa dilakukan
secara menyeluruh.
"Saya harap di semua aspek pelayanan penerapan
perda ini nantinya mampu secara signifikan menekan angka kematian ibu
dan bayi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar